Tanggal 2 mei diperingati sebagai hari Pendidikan nasional, ini dipilih karena tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional atas perannya dalam mendirikan Taman Siswa dan merumuskan filosofi Pendidikan Dan dilaksanakan upacara, adapun tujuan dari pelaksanaan Upacara peringatan Hardiknas untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan menciptakan semangat untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan yang maju, membawa negara tersebut menjadi terdepan. Maka itu, kita harus memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Nelson Mandela, seorang pejuang hak asasi dan presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan pernah memberikan kata-kata motivasi: “Education is the most powerful weapon wich you can use to change the world.” Artinya, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia”. Selama ini kita berlomba-lomba di bidang ekonomi, teknologi, atau keamanan dengan negara-negara lain. Saya tidak akan katakan bahwa persaingan tersebut buruk. Namun, terkadang kita melupakan satu bidang yang sebenarnya lebih penting, yaitu pendidikan. Bila kita mendahulukan pendidikan yang bermutu maka kemajuan di bidang lain niscaya akan mengikuti. Benar belaka apa yang dikatakan Nelson Mandela, bahwa pendidikan dapat mengubah dunia. Saya ingin menyampaikan mengenai betapa pentingnya pendidikan dan akan begitu berpengaruh pada moral, karakter hingga perilaku anak-anak penerus bangsa. Generasi muda kita seharusnya mendapatkan pendidikan berkualitas dengan didorong oleh para tenaga pendidik yang berdedikasi. Pada kesempatan kali ini bahasan kita adalah mengenai pentingnya menuntut ilmu. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa kita tidak dapat hidup tanpa adanya ilmu. Maka itu, Islam mengajarkan kita untuk senantiasa menuntut ilmu, baik itu ilmu duniawi ataupun ukhrawi. Sejalan dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya mencari ilmu itu wajib bagi orang islam laki-laki dan perempuan. Dengan ilmu, kita sebagai manusia tentunya akan menjadi makhluk terbaik di antara makhluk Allah Swt. yang lainnya. Namun, jika tidak memiliki ilmu kita tidak akan mengetahui apa-apa yang ada di dunia ini. Allah telah menyampaikan dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya “Allah akan mengangkat derajat orang beriman dan yang berilmu dengan beberapa derajat”. Untuk itu, marilah kita terus menuntut ilmu, sebab dengan ilmu kita akan mendapatkan kebahagiaan dunia serta akhirat sehingga dapat disimpulkan bahwa selama hayat masih dikandung badan, kita harus selalu menuntut ilmu tanpa kenal kata lelah sebab pentingnya ilmu dalam kehidupan. Tanpa ilmu pula kita tidak akan bisa menjadi insan kamil. Seperti apa yang telah kita ketahui bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting, baik untuk kehidupan pribadi ataupun bagi keluarga, bangsa serta negara. Namun, yang disayangkan adalah tidak semua orang dapat merasakan pendidikan hingga tingkat pendidikan tinggi. Tentunya Anda tahu bahwa sebagian kecil saudara kita di daerah terpencil sulit untuk dapat mengakses pendidikan. Pendidikan sangat sulit mereka dapatkan karena keterbatasan ekonomi serta terbatasnya akses yang memadai. Untuk itu, bagi kita yang memperoleh kemudahan untuk merasakan pendidikan, manfaatkanlah dengan sebaik mungkin. Pendidikan merupakan satu di antara cara untuk menggapai cita-cita. Selain itu, pendidikan dapat memutus rantai kemiskinan, sebab kemiskinan kadang erat kaitannya dengan kebodohan. Untuk itu, mengingat pentingnya pendidikan bagi kehidupan pribadi maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka, marilah kita siapkan pendidikan setinggi mungkin supaya apa yang kita cita-citakan dapat tercapai. Demikian apa yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat. Terima kasih. Kita mendengar informasi terbaru ada orang yang mencincang tubuh istrinya di ciamis yang kemudian menawarkan kepada tetangganya, kita mendengar ada orang yang membuang manusia dalam koper dibuang di cikarang, kemudian informasi siswa-siswa yang tawuran di jembatan layang cikampek, bawa clurit dan parang, anak masih bau kencur istilahnya kencing saja belum lurus, tapi membuat hati jadi tergerus nggak terbayang bagaimana nanti dewasanya Kemudian kita mendengar juga ada orang yang membuat ujaran tak wajar di medsos, mau ngebom kerumunan orang yang lagi pawai damai palestina, ternyata setelah ditelusuri mahasiswa yang akhirnya minta maaf bahkan orangtanya pun/ibunya kaget dengan ulah anaknya, sampai nggak nyangka dan ikut nangis dengan prilaku anaknya dan khawatir juga anaknya masuk penjara Tapi sisi ain kita mendengar informasi baik, bulutangkis kita masuk final thomas dan uber cup, terus sepakbola bola kita masuk semifinal Ada apa dengan generasi kita sekarang? Ada apa dengan Pendidikan sekarang? Ada apa dengan adab, ada apa dengan akhlak dan karakter anak zaman sekarang? Dengan berganti tahun semakin jauh kita meninggalkan masa kenabian dan semakin dekat kita kepada masa berakhirnya kehidupan semesta. Suka ataupun tidak itulah sunnatullah yang pasti berlaku. Sebagaimana siang dan malam dipergilirkan, zaman datang dan pergi silih berganti, seperti itu pula umat manusia. Generasi demi generasi menusia datang silih berganti untuk berkompetisi memperlihatkan karyanya yang terbaik di muka bumi. Dalam perjuangannya mewujudkan tugas kewajiban sebagai hamba-hamba Allah dan khalifah-khalifahnya di muka bumi ini. Allah telah mengingatkan kepada kita dan semua umat manusia pada umumnya, “Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” “Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain” Pada ayat di atas Allah informasikan bahwa generasi Kaum ‘Ad adalah generasi baru yang datang menggantikan generasi kaum Nuh yang sebagian besarnya binasa dengan bencana banjir dunia. Allah beri keistimewaan kepada mereka memiliki postur tubuh lebih kuat dari generasi sebelumnya. Dan pada ayat yang kedua Allah peringatkan suatu hukum sejarah sebagai ketetapan sunnatullah tentang timbul tenggelamnya, bangkit dan runtuhnya peradaban suatu generasi umat dan bangsa manusia. Peralihan generasi itu terus berlangsung sampai hari kiamat dan sampai hari ini telah sampai pada masa kita dan generasi yang sedang bersiap mengambil alih dan melanjutkan estafeta perjuangan generai sebelumnya yang sedang berlangsung, mereka inilah yang populer disebut generasi Y atau generai Millenial. Berdasarkan klasifikasi dan kategorisasi yang dikemukakan sebagian pakar teori perbedaan generasi, di mana generasi Y atau generasi Milenial adalah generasi yang lahir pada rentang waktu antara 1981 sampai dengan tahun 2000, maka generasi Y adalah generasi yang paling potensial dari segala aspek. Mereka yang berada antara usia 19 tahun hingga 40 tahun mereka yang sedang menapaki jenjang pendidikan tinggi hingga yang sedang memasuki kemapanan dalam karir. Mereka adalah generasi yang paling menentukan kehidupan agama, umat, dan bangsa di masa yang akan datang. Jika mengacu kepada hasil riset Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik yang diterbitkan pada tahun 2018,tentang Profile Generasi Milenial Indonesia jumlahnya mencapai 33,75 persen dari total penduduk Indonesia yang tahun 2019 ini diperkirakan mencapai angka 265 juta jiwa. Maka nasib bangsa ke depannnya akan sangat ditentukan oleh peran dan kiprah mereka itu yang jumahnya lebih dari sepertiga penduduk. Sebagai sebuah keniscayaan dan ketetapan sunnatullah, peralihan generasi dan pergantian kepemimpinan di muka bumi termasuk tema yang sering diungkapkan oleh Al-Quran dengan menggunakan terma istikhlaf, pergantian generasi kepemimpinan, sedang generasi para penggantinya disebut dengan khalifah, khulafa, dan khalaif . Sebagai contoh adalah pernyataan Al Qur’an, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An Nur : 55) Tetapi yang terpenting diperingatkan oleh Al-Qur’an adalah tentang karakteristik dan kualitas para generasi tersebut. Dimana peralihan generasi dan kepemimpinan tidak selamanya berlangsung linear tetapi seringkali terjadi secara sepiral bahkan regresif. Pada Surat Al A’rof ayat ke 168-169 Al Quran menggambarkan kemunduran yang terjadi pasca peralihan generasi : “Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)” (168) “Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: “Kami akan diberi ampun.” Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?” (169) Secara lebih spesifik disebutkaan oleh Al-Quran pada Surat Maryam ayat 59 bahwa datangnya generasi yang rusak itu adalah generasi yang memilih jalan hawa nafsu dan hedonisme daripada jalan ketaatan: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,” (19 :59) Ayat-ayat di atas berbicara tentang peralihan generasi yang meyedihkan. Di mana generasi pendatang tidak mampu menjaga warisan kekayaan kemuliaan yang ditinggalkan nenek moyang mereka yang telah dibangun dengan fondasi dan nilai-nilai wahyu yang dibawa para Nabi mereka sebelumnya. Apa yang diungkapkan Al-Quran tentang pergantian generasi dan perubahan karakter serta budaya hidup pada umat-umat terdahulu mengandung pelajaran dan peringatan berharga bagi umat Nabi Muhammad yang dipersiapkan sebagai umat terakhir dari perjalanan umat manusia, dimana karakteristik utamanya adalah tidak ada lagi kepemimpinan para Nabi dan Rasul karena sudah diakhiri dengan wafatya terakhir Nabi Muhammad, mereka terlahir untuk mewarisi nilai-nilai agung itu berupa sumber ajarannya yang ditinggalkan kepada mereka, yaitu kitab Allah dan Sunnah Nabinya. “Aku tinggalkan kepada kalian dua pusaka, yang jika kaian pedomani dengan sekuat tenaga, niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitab Alah dan Sunnah Nabinya”. Di sisi lain Al-Quran juga mengingatkan bahwa generasi demi generasi yang lahir dari rahim Umat Islam ini, senantiasa bercampur di tengah mereka tiga kelompok generasi umat yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda kualitasnya. “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (Fathir: 32) Mengacu kepada uraian para mufassir, bahwa kelompok generasi umat Nabi Muhammad yang zhalimun linafsih atau yang “menganiaya diri sendiri” adalah mereka yang meninggalkan kewajiban dan tanggungjawabnya kepada agama dan umat dan sebaliknya senantiasa melanggar apa yang dilarang kepada mereka. Kelompok generasi pewaris yang muqtashid “pertengahan” atau “biasa-biasa saja” adalah mereka generasi yang merasa cukup puas dengan telah mampu menunaikan apa yang menjadi kewajiban pokok pribadi mereka dan meninggalkan apa yang diharamkan agama kepada mereka, tetapi tidak mempunyai kesadaran dan kepekaan terhadap tanggung jawab kolektif mereka sebagai pemimpin umat. Kesalehan mereka baru sebatas mengamalkan pada yang wajib dan meninggalkan yang haram, tanpa dibarengi kegairahan atas tanggungjawab sosial dan kolektif mereka. Sebagaimana belum peduli menghidupkan kebaikan-kebaikan dan pengorbanan yang bersifat sukarela dan pengabdian. Sedang kelompok generasi ketiga diistilahkan oleh Al-Qur’an dengan sebutan “sabiqun bil kaerat”, yaitu generasi pejuang dan pelopor yang semangatnya adalah berlomba dan berkompetisi dalam kebaikan. Kita tentu semua berharap bahwa peralihan generasi itu berpindah dan berlanjut kepada generasi-generasi yang berkelas “sabiqun bil khaerat”, generasi pelopor bukan pengekor, generasi pejuang bukan pemalas, generai pemenang bukan pecundang, generasi yang mampu berkarya bukan yang hanya bercerita, merekalah yang mendapat jaminan Al-Quran bahwa di tangan generasi seperti itulah kajayaan dan karunia Allah yang besar akan dilimpahkan kepada mereka. Namun keberhasilan dan tidaknya membangun generasi milenial yang berkarakter sabiqun bil khaerat kepada kepada kesungguhan mempersiapkannya, mendidik dan membinanya. Kebangkitan generasi para pejuang dan pemenang tentu adalah dipersiapkan bukan kebetulan. Kita menyadari bahwa generasi Y atau generasi milenial tumbuh dan berkembang dengan tanggung jawab, peluang dan tantangan yang berbeda dan bisa lebih berat dari yang dihadapi kita dan yang sebelumnya. Maka tidak mungkin generasi yang hidup dengan zaman dan tantangan yang berbeda dididik dan dipersiapkan dengan cara dan metode tradisisonal yang sudah ketinggalan zaman. Ciri yang menonjol dari generasi milaenial adalah penguasaanya terhadap teknologi informasi dan media sosial. Dengan kemudahan belajar dan mendapatkan akses informasi dan pengetahuan dengan caranya sendiri melalui teknologi, Sehingga mereka tidak bisa lagi diajari atau didik dengan cara otoriter dan konvensional. Kemudahan akses informasi sangat membantu mempercepat dan mempermudah transfer berita dan pengetahuan, tetapi pada waktu bersamaan peluang untuk mendapat informasi dan pemahaman keagamaan yang sudah terkontaminasi pemahaman yang destruktif bagi nilai-nilai agama, norma dan moral sosial semakin terbuka lebar. Tidak mengherankan jika kemudian generasi milenial menjadi market yang potensial bagi penyebaran berbagai virus perusak pemikiran, akidah, ideologi, hingga perilaku menyimpang. Dari paham intoleran dan terorisme hingga paham sekuler, liberal, bahkan ateis. Maka tugas utama generasi tua adalah bagaimana memberi ruang dan kesempatan pendidikan yang layak, patut, dan sesuai dengan kamajuan , tantangan dan peluang zaman yang mereka hadapi. Rasulullah bersabda, “Ajaklah manusia berbicara dengan kadar akal mereka”. Ali bin Abu Thalib berkata, “Sampaikanlah kepada manusia apa yang bisa mereka pahami, sudikah kalian Allah dan Rasul-Nya didustakan manusia karena kesalahan penyampaian kalian”. Umar mengatakan, “Didiklah anak-anak kalian, karena sesungguhnya mereka akan menghadapi suatau zaman yang berbeda dengan zaman kalian ini”. Maka dengan demikian, yang dibutuhkan sekarang dan seterusnya adalah dakwah dan pendidikan Islam yang senafas dengan perubahan zaman yang media utamanya adalah teknologi informasi dengan konten-konten yang dibutuh semua kalangan manusia dan terutama dapat menjadi bekal bagi generasi Milenial dalam menunaikan tanggungjawab mereka sebagai generasi pengganti yang siap memberi solusi terhadap berbagai problema kehidupan umat manusia, khususnya dalam membangun kejayaan umat dan bangsa Indonesia yang menjadi cerminan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Kegagalan dakwah dan pendidikan akan berdampak kegagalan mencetak generasi yang siap dan mampu mengemban amanah sejarah sebagai para pewaris risalah nubuwah akhir zaman yang berakibat kehencuran peradaban umat di masa yang akan datang. Kita tentu berlindung dari kemungkinan buruk seperti itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *